TOLERRANSI HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
Sebagai negara hukum, Negara Indonesia sangat menjamin dan melindungi atas pemenuhan hak-hak dasar warga negara yang disebut Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi nilai kesucian dan ketulusan yang melekat pada HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer) dan negara, sejalan dengan yang di kemukakan oleh Montesquieu, yang menyebutkan bahwa negara yang paling baik adalah negara hukum sebab dalam konstitusi di banyak negara hukum terkandung tiga inti pokok, yaitu :
- Perlindungan HAM.
- Ditetapkannya kenegaraan suatu Negara, dan
- Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.
Oleh karena itu upaya pemenuhan hak asasi manusia di atur dalam UUD 1945 pada pasal 28 A sampai J dengan pasal 34, UU No. 39 Tahun 1999 dan sila 3, dan 5 pada pancasila.
Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998
Sejalan dengan kebijakan politik pada era Orde Lama maupun Orde Baru yang lebih mengedepankan kekuasaan dijamannya masing-masing, yang mengakibatkan HAM seolah terabaikan keberadaannya. Oleh karena itu setelah peralihan kekuasaan pemerintahan pada era reformasi yang lebih mengedepankan hukum dan keterbukaan, MPR menerbitkan Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam ketetapan ini MPR menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi berkait dengan harkat dan martabat manusia.
Sebelumnya pemerintah bersama DPR juga telah mengesahkan Konvensi PBB yang menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatman or Punishment) menjadi Undang-Undang No. 5 Tahun 1998.
Adapun hak-hak asasi manusia, menurut Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 meliputi:
- Hak untuk hidup.
- Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
- Hak mengembangkan diri.
- Hak keadilan,
- Hak kemerdekaan.
- Hak atas kebebasan informasi.
- Hak keamanan.
- Hak kesejahteraan.
- Hak perlindungan dan pemajuan.
Karena substansi ketetapan MPR ini sudah ditindaklanjuti dengan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UUD 1945 juga sudah di amandemen dengan menambahkan Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, maka keberadaan Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998 dianggap sudah tidak valid lagi, sehingga telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan pasal 1 angka 8 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Sebagai tindaklanjut dari Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998, maka pada tanggal 23 September 1999 pemerintah bersama DPR menetapkan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
Substansi HAM menurut UU No. 39 tahun 1999 pada dasarnya merupakan pengembangan hak menurut Ketetapan MPR No, XVII/MPR/1998, yang memuat hak pokok terdiri dari:
- Hak untuk hidup,
- Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
- Hak mengembangkan diri.
- Hak memperoleh keadilan,
- Hak atas kebebasan pribadi.
- Hak atas rasa aman.
- Hak atas kesejahteraan.
- Hak untuk turut sertadalam pemerintahan.
- Hak khusus bagi wanita.
- Hak anak.
Pasal 28 A-J UUD 1945
MPR pasca reformasi, setelah mempelajari, menelaah dan memper-timbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUD1945. Maka dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR menambahkan bab khusus tentang HAM sebagaimana tertuang dalam Bab X A Pasal 28 A-J.
Pada prinsipnya Hak-hak Asasi Manusia yang terkandung dalam bab tersebut adalah sebagai berikut:
- Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.
- Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
- Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
- Hak untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
- Hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif.
- Hak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama didepan hukum.
- Hak untuk bekerja dan memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
- Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
- Hak atas status kewarganegaraan.
- Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal.
- Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, mencari, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
- Hak untuk mendapat perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda serta rasa aman dan perlindungan dari rasa takut.
- Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat serta hak mendapatkan suaka politik dari Negara lain.
- Hak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.
- Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
- Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh.
- Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dari siapapun.
- Hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan fikiran dan hati nurani, hak beragama, hak tidak diperbudak, untuk diakui sebagai pribadi, untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
- Hak untuk bebas dari perlakuan dan mendapatkan perlindungan dari tindak diskriminatif.
- Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
- Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manu-sia adalah tanggungjawab Negara, terutama pemerintah.
- Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
- Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Dalam menjalan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kemauan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Demikian padat dan lengkap HAM yang diatur dan dijamin secara konstitusional dalam UUD1945 tersebut. Untuk mengawasi pelaksanaan HAM sebelumnya juga sudah dibentuk komisi, yaitu Komnas HAM berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993. Komisi ini dinyatakan tetap berfungsi berdasarkan Pasal 105 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999.
Ratifikasi Ketentuan-Ketentuan HAM Lainnya.
Di samping telah meresepsi esensi HAM dari Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) ke dalam peraturan perundangan di Indonesia, beberapa ketentuan tentang HAM yang lainnya juga telah di ratifikasi ke dalam undang-undang, antara lain Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Right) serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Right) berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966.
Comments
Post a Comment